Draft RUU Jaminan Produk Halal Diserahkan Ke Baleg
Komisi VIII DPR RI sebagai pengusul menyerahkan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Komisi VIII berharap RUU ini dapat segera disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI dan dapat segera dilakukan Pengharmonisasian, Pembulatan dan Pemantapan oleh Baleg.
Draf RUU tersebut diserahkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI H. Ahmad Zainuddin didampingi beberapa anggota Komisi VIII lainnya, Rabu (8/6) di gedung DPR.
Ahmad Zainuddin mengatakan, urgensi dan tujuan penyusunan RUU ini adalah berdasarkan pengalaman selama ini telah mencatat bahwa pengaturan tentang Jaminan Produk Halal menjadi isu yang sensitif dan “produk halal” dapat dijadikan komoditas yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional.
Oleh karena itu, katanya, dalam penyusunan RUU tentang Jaminan Produk Halal dilakukan melalui pertimbangan yang matang dan penuh kehati-hatian.
Secara folosofis urgensi RUU ini adalah merupakan implementasi Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 menetapkan kewajiban konstitusional negara untuk melindungi hak warga negaranya untuk melaksanakan keyakinan dan ajaran agama tanpa ada hambatan dan gangguan yang dapat mengganggu tumbuhnya kehidupan beragama di Indonesia.
Sedang secara sosiologis, saat ini banyak produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia biologi dan produk rekayasa genetic yang beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya.
Sementara dari segi yuridis belum ada ketentuan yang komprehensif dan menjamin kepastian hukum kehalalan mengenai produk-produk di atas.
UU ini, tambahnya, memberikan adanya kepastian hukum dan jaminan halal bagi konsumen khususnya masyarakat Islam sebagai konsumen terbesar. Dengan demikian perlu adanya tindakan preventif terhadap setiap produk dengan keterangan halal.
Ahmad Zainuddin menjelaskan, Draft RUU ini terdiri dari 12 Bab dan 86 Pasal, yang isinya diantaranya tentang tugas dan wewenang Pemerintah, tentang kelembagaan, tata cara memperoleh jaminan produk halal, labelisasi, auditor,tentang sertifikasi, biaya sertifikasi dan tentang lembaga pemeriksa halal.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Baleg Ignatius Mulyono mengatakan, RUU tentang Jaminan Produk Halal ini sebelumnya pernah dibahas pada DPR periode yang lalu. Namun RUU tersebut belum berhasil diselesaikan. RUU ini sekarang masuk dalam Program Legislasi Nasional RUU Prioritas Tahun 2011.
Baleg, kata Mulyono, mengapresiasi Komisi VIII terhadap usulan RUU tersebut namun Baleg akan lebih mencermati draft tersebut mengingat RUU tersebut mempunyai nilai yang strategis.
Pembahasan RUU ini tentunya perlu dilakukan kehati-hatian mengingat RUU ini mempunyai isu sensitif.
Senada dengan itu, anggota Baleg dari F-PDI Perjuangan Arif Wibowo mengingatkan penyusunan RUU ini perlu dipertimbangkan secara seksama. Jika urgensi dari UU ini mengingat jumlah penduduk mayoritas bangsa Indonesia yang muslim tentu saja urgensi itu tepat.
Namun perlu diingat UU ini akan berlaku nasional dan akan dipahami rakyat secara umum. “Kalau ini diberlakukan secara nasional kami minta dipertimbangkan berul,” kata Arif. Dan tentunya, kata Arif, RUU ini perlu disinkronkan dengan UU lainnya. (tt)